Senin, 24 Agustus 2020

Kisah Anwas dan Anwar

Kisah ini menceritakan tentang peristiwa pembunuhan pertama di dunia, perkawinan Sis, dan kelahiran anak-anak Sis yang bernama Anwas dan Anwar. Kelak, tokoh bernama Anwar ini akan menjadi dewa pertama yang bergelar Sanghyang Nurcahya.

Sumber yang dipakai dalam penyusunan kisah ini adalah Serat Paramayoga karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan kisah-kisah tradisi dari Timur Tengah.

SITI HAWA MENGIDAM BUAH-BUAHAN SURGA

Di Negeri Kusniya Malebari, Nabi Adam bersama para putra sedang membicarakan sang istri, yaitu Siti Hawa, yang kali ini sedang mengandung untuk ketiga belas kalinya. Yang membuat heran adalah Siti Hawa mengidam ingin memakan buah-buahan dari Taman Surga.

Dalam pembicaraan itu Sayidina Kabil sang putra sulung juga menyampaikan keluhan yang selama ini dipendam dalam hati, yaitu tentang peraturan Nabi Adam dalam menikahkan putra-putrinya. Sayidina Kabil lahir bersama Siti Aklimah, sedangkan Sayidina Habil lahir bersama Siti Damimah. Namun, Sayidina Kabil yang berwajah tampan ternyata dinikahkan dengan Siti Damimah yang berwajah jelek, sedangkan Sayidina Habil yang berwajah jelek ternyata dinikahkan dengan Siti Aklimah yang berwajah cantik. Selama ini Sayidina Kabil selalu memendam kekecewaaan dalam hati, namun sekarang ia tidak tahan lagi dan menyampaikan rasa kesalnya itu kepada sang ayah.

Nabi Adam menjelaskan bahwa peraturan tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa Sayidina Kabil dan Siti Aklimah lahir bersama, maka mereka berasal dari satu benih yang sama, sehingga tidak baik jika dinikahkan. Sayidina Kabil kecewa dengan jawaban sang ayah. Ia lalu pamit undur diri meninggalkan pertemuan.

Nabi Adam kembali membicarakan kehamilan Siti Hawa. Dulu mereka berdua telah melanggar larangan Tuhan Yang Mahakuasa, sehingga harus dikeluarkan dari Taman Surga. Kini Siti Hawa sedang mengandung dan merindukan kelezatan buah-buahan dari tempat yang serba indah itu. Putra keenam bernama Sayidina Sis mengajukan diri untuk mewujudkan idaman sang ibu. Nabi Adam sangat yakin pada kemampuan Sayidina Sis dan memberikan restu kepadanya untuk berangkat.

SITI HAWA MENCERITAKAN KELAHIRAN SAYIDINA SIS

Nabi Adam masuk ke dalam puri dan disambut Siti Hawa. Kepada sang istri, ia menceritakan jalannya pertemuan, di mana Sayidina Sis bersedia mengusahakan terwujudnya buah-buahan dari Taman Surga. Ia juga menceritakan kekecewaan Sayidina Kabil karena beristrikan Siti Damimah yang buruk rupa.

Siti Hawa mengungkit cerita masa lalu di mana antara dirinya dan sang suami pernah berselisih paham mengenai tata cara perkawinan putra-putri mereka. Nabi Adam berpendapat, putra pertama hendaknya dinikahkan dengan putri kedua, sedangkan putra kedua dinikahkan dengan putri pertama. Putra ketiga dinikahkan dengan putri keempat, sedangkan putra keempat dinikahkan dengan putri ketiga. Begitulah seterusnya. Di lain pihak, Siti Hawa berpendapat putra pertama hendaknya dinikahkan dengan putri pertama, putra kedua dinikahkan dengan putri kedua, dan seterusnya, dengan alasan mereka sudah berjodoh sejak dalam kandungan.

Perbedaan pendapat itu membuat keduanya berselisih tanpa ada yang mau mengalah, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Masing-masing lalu mengeluarkan benih dari dalam tubuh untuk ditempatkan di dalam pusaka Cupumanik Astagina. Benih Nabi Adam ditempatkan pada tutup cupumanik, sedangkan benih Siti Hawa ditempatkan di badan cupumanik. Setelah beberapa hari, atas kehendak Tuhan, benih milik Nabi Adam berubah menjadi calon janin, sedangkan benih Siti Hawa tidak berubah. Karena itulah, Siti Hawa mengaku pasrah dan menyerahkan keputusan tentang tata cara pernikahan putra-putri supaya dijalankan sesuai pendapat Nabi Adam.

Setelah Nabi Adam dan Siti Hawa pergi, Malaikat Jibril datang atas perintah Tuhan Yang Mahakuasa untuk menyatukan calon janin tersebut dengan benih Siti Hawa sehingga menjadi bayi hidup, yang kemudian diberi nama Sayidina Sis. Dengan demikian, anak pertama sampai kelima selalu lahir sepasang laki-laki perempuan, sedangkan putra keenam ini hanya seorang laki-laki, yaitu Sayidina Sis tersebut. Tidak lama kemudian muncul angin topan yang menerbangkan Cupumanik Astagina entah ke mana.

Siti Hawa mengakhiri ceritanya. Nabi Adam berusaha menenangkan perasaan istrinya, dan menganggap keluhan Sayidina Kabil tadi adalah ujian rumah tangga belaka. Maka ia pun mengajak Siti Hawa untuk lebih menguatkan iman dan senantiasa berserah diri kepada Tuhan Yang Mahakuasa, semoga apa pun yang akan terjadi bisa mendatangkan kebaikan bagi umat manusia.

KEBERANGKATAN SAYIDINA SIS MENCARI BUAH-BUAHAN SURGA


Sayidina Habil memerintahkan empat orang adiknya, yaitu Sayidina Israil, Sayidina Israwan, Sayidina Basradiwan, dan Sayidina Yasis untuk mengantarkan keberangkatan Sayidina Sis dalam mewujudkan idaman sang ibu. Di tengah perjalanan, Sayidina Sis dan keempat saudaranya itu diganggu oleh kaum setan pengikut Malaikat Ajajil yang dulu diusir dari Taman Surga karena menolak perintah Tuhan. Terjadilah pertempuran di mana para setan tersebut dapat diusir pergi.

Sesampainya di tepi hutan, Sayidina Sis berpisah dengan keempat saudaranya untuk melanjutkan perjalanan seorang diri. Sayidina Israil, Sayidina Israwan, Sayidina Basradiwan, dan Sayidina Yasis lalu kembali ke Kusniya Malebari dan mendoakan perjalanan Sayidina Sis supaya berhasil dan selalu mendapatkan perlindungan.

SAYIDINA SIS MENDAPATKAN ANUGERAH

Seorang diri Sayidina Sis memasuki hutan belantara untuk kemudian bertafakur meminta izin Tuhan Yang Mahakuasa supaya bisa mendapatkan buah-buahan Taman Surga. Setelah empat puluh hari bertafakur mengheningkan cipta, Malaikat Jibril pun datang menyampaikan perintah Tuhan, bahwa Sayidina Sis diizinkan naik ke Taman Surga untuk memetik buah-buahan yang menjadi idaman ibunya. Sayidina Sis sangat gembira, dan ia pun berangkat dengan pertolongan Malaikat Jibril.

Di dalam Taman Surga, Malaikat Jibril mengantarkan Sayidina Sis memetik buah-buahan yang diinginkan Siti Hawa. Setelah dirasa cukup, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan keputusan Tuhan yang kedua, yaitu menikahkan Sayidina Sis dengan seorang bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Jibril menyampaikan kehendak Tuhan bahwa kelak Sayidina Sis akan menurunkan manusia-manusia utama, dan sebagian di antaranya akan menjadi nabi dan raja. Maka itu, yang menjadi istri Sayidina Sis haruslah wanita utama pula.

Sayidina Sis sangat bersyukur. Ia kemudian membawa Dewi Mulat turun ke dunia dan membangun rumah tangga di Kusniya Malebari. Buah-buahan dari Taman Surga pun dipersembahkan kepada Siti Hawa yang menerimanya dengan suka cita.

Setelah tiba saatnya, Siti Hawa pun melahirkan sepasang putra-putri seperti biasa. Nabi Adam memberi nama putra putrinya itu, masing-masing Sayidina Kayumaras dan Siti Indunmaras.

SAYIDINA KABIL MEMBUNUH SAYIDINA HABIL

Pada suatu hari, Sayidina Kabil datang menemui Sayidina Habil di rumahnya untuk meminta supaya Siti Aklimah diceraikan dan diserahkan kepadanya. Sayidina Habil sebenarnya sangat menyayangi kakak sulungnya, namun ia juga tidak berani melanggar keputusan sang ayah. Merasa tersinggung, Sayidina Kabil menantang Sayidina Habil untuk mengadakan kurban. Barangsiapa yang diterima sesajinya maka dialah yang berhak memperistri Siti Aklimah. Sayidina Habil bersedia menuruti tantangan itu dengan harapan sang kakak bisa mendapatkan petunjuk Tuhan supaya sadar.

Maka, kedua bersaudara itu lantas mempersiapkan sesaji masing-masing. Karena Sayidina Kabil seorang petani, maka kurban yang ia sajikan pun berwujud hasil bumi, seperti buah-buahan dan palawija. Namun karena ia bersifat kikir, maka yang dipilih adalah buah-buahan dan palawija yang buruk, sedangkan yang baik disisihkan untuk dijual dan dipakai sendiri. Sementara itu Sayidina Habil seorang peternak, maka ia pun mengurbankan hewan-hewan peliharaannya. Karena ia bersifat murah hati dan penuh iman, maka yang dipilihnya sebagai sesaji adalah hewan-hewan yang terbaik pula.

Tuhan Yang Mahakuasa kemudian mengirim api dari langit untuk membakar sesaji yang dipersembahkan Sayidina Habil, sebagai pertanda bahwa kurbannya telah diterima. Sayidina Kabil sangat kesal dan bertambah iri. Karena kedengkian dan kecemburuannya sudah memuncak, ia pun mengambil sebongkah batu dan memukul kepala Sayidina Habil hingga pecah.

Melihat adiknya mati, Sayidina Kabil menjadi kebingungan bercampur sedih. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Tiba-tiba terlihat olehnya dua ekor burung gagak sedang berkelahi. Gagak yang menang kemudian mengubur bangkai gagak yang mati di dalam tanah. Merasa mendapatkan petunjuk, Sayidina Kabil pun menguburkan mayat Sayidina Habil seperti gagak itu.

Sayidina Kabil kemudian menemui Siti Aklimah untuk menikahinya. Siti Aklimah menolak karena takut melanggar perintah sang ayah. Sayidina Kabil tidak peduli, dan ia pun memukul Siti Aklimah sampai pingsan, kemudian membawanya lari meninggalkan Negeri Kusniya Malebari sejauh-jauhnya.

MALAIKAT AJAJIL MEMPEROLEH ANAK PEREMPUAN

Malaikat Ajajil dulu diusir dari Taman Surga karena menolak perintah Tuhan Yang Mahakuasa untuk bersujud memberikan penghormatan kepada Nabi Adam.  Kini ia mendengar kehendak Tuhan bahwa keturunan Sayidina Sis akan menjadi manusia-manusia utama. Maka, ia pun bertafakur memohon kepada Tuhan supaya diizinkan memiliki seorang putri. Ia berharap melalui putrinya itu bisa lahir keturunan Sayidina Sis yang bisa menjadi raja dan penguasa umat manusia.

Tuhan Yang Mahaadil pun mengabulkan permohonan Malaikat Ajajil. Atas kehendak-Nya, dari sebagian tubuh Malaikat Ajajil tercipta seorang perempuan yang berwajah sama persis dengan Dewi Mulat, yang kemudian diberi nama Dewi Dlajah. Malaikat Ajajil lalu membawa putrinya itu ke Negeri Kusniya Malebari supaya bisa mengandung benih Sayidina Sis.

Malaikat Ajajil memasuki rumah Sayidina Sis secara diam-diam dan menculik Dewi Mulat untuk ditukar dengan Dewi Dlajah. Beberapa hari kemudian, setelah mengetahui Dewi Dlajah telah disetubuhi Sayidina Sis yang tidak bisa membedakan istrinya, Malaikat Ajajil pun mengembalikan Dewi Mulat dan membawa pulang Dewi Dlajah.

LAHIRNYA SAYIDINA ANWAS DAN SAYIDINA ANWAR

Sembilan bulan kemudian, Dewi Dlajah melahirkan bersamaan dengan terbenamnya matahari. Namun anehnya, anak yang lahir itu berwujud segumpal darah yang berkilauan. Malaikat Ajajil mengambil darah tersebut lalu membawanya pergi ke Negeri Kusniya Malebari.

Sementara itu pada hari yang sama, Dewi Mulat lebih dulu melahirkan bersamaan dengan terbitnya matahari. Yang dilahirkannya adalah dua orang anak. Anak yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud seberkas cahaya.

Malaikat Ajajil datang secara gaib lalu menangkap seberkas cahaya tersebut dan disatukannya dengan darah berkilauan yang ia bawa dari Dewi Dlajah. Atas kehendak Tuhan, persatuan tersebut menciptakan seorang bayi laki-laki, namun tubuhnya tidak bisa diraba dan selalu memancarkan cahaya seperti sinar rembulan.

Nabi Adam datang dan memberi nama kedua cucunya tersebut. Yang berwujud bayi normal diberi nama Sayidina Anwas, sedangkan yang berwujud bayi bercahaya diberi nama Sayidina Anwar. Nabi Adam meramalkan bahwa Sayidina Anwas kelak akan menurunkan para nabi, sedangkan Sayidina Anwar kelak tidak mau mengikuti agamanya dan memilih jalan hidup sendiri, namun keturunannya juga banyak yang menjadi raja dan tokoh besar di dunia. Hal ini membuat Sayidina Sis bimbang dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada takdir Tuhan.

Sejarah Cucu Nabi Adam As dan Anak Nabi Syits As: Sayid Anwar dan Sayid Anwas

Gagasan bahwa umat manusia berasal dari Adam diceritakan oleh mitos lain yang menghubungkan mata rantai antara generasi saat ini dan nenek moyang mereka. Menurut mitos di kalangan penduduk Cirebon, pertama kali Adam mendapat keturunan adalah ketika ia berusia sekitar 130 tahun, Hawa mengandung dan melahirkan anak kembar, satu pria dan satu wanita, yang diberi nama Qabil dan Iqlima. Secara keseluruhan Hawa melahirkan sampai 42 kali, dan setiap kelahiran adalah kembar (satu laki-laki dan satu perempuan), kecuali pada kelahiran yang ke-6, yaitu ketika Hawa mengandung hanya satu anak laki-laki, yaitu Syits, dan yang ke-40 kali, yaitu ke-tika mengandung hanya seorang anak perempuan, Hunun.

Ketika Hawa melahirkan pasangan kembar yang kelima, Adam menetapkan aturan perkawinan, bahwa anak lak-laki yang tampan harus menikah dengan anak perempuan yang tidak cantik, sedangkan anak laki-laki yang tidak tampan harus menikah dengan anak perempuan yang cantik. Karena setiap Hawa melahirkan selalu kembar dua, sehabis kembar cantik dan tampan, kemudian kembar tidak cantik dan tidak tampan, dengan demikian menurut aturan ini dipastikan bahwa tak seorang anaknya pun yang bisa menikahi kembarannya.

Pada tahap ini, Iblis —yang telah menyebabkan mereka dilempar dari surga— menyiapkan sebuah rencana baru. Ia mencoba lagi mengganggu Adam dan Hawa, tetapi tidak bisa melakukannya dengan cara yang sama seperti ia telah melakukan di surga, sebab alam mereka telah menjadi sangat berbeda. Adam dan Hawa adalah makhluk fisik (jasmani, kasar), sedangkan iblis sendiri adalah makhluk non-fisik (rohani, halus). Iblis kemudian memasuki hati Siti Hawa dan berbisik kepadanya agar memberontak melawan terhadap aturan perkawinan Adam dengan menentang dan mengesankan sebagai aturan yang kontroversial; yaitu, putranya yang tampan juga harus menikah dengan putrinya yang cantik, dan putra yang tidak tampan juga harus menikah dengan putrinya yang tidak cantik.

Untuk mendukung pernyataan mereka, Adam dan Hawa masing-masing mengklaim berhak atas anak-anak mereka dan oleh karena itu juga berhak untuk menetapkan peraturan perkawinan. Masing-Masing bersikeras bahwa anak-anak itu benar-benar berasal dari badannya; menurut Adam dari spermanya dan menurt Hawa dari sel telornya. Untuk memecahkan masalah tersebut akhirnya mereka sepakat untuk menuangkan kedua unsur tersebut (sperma dan sel telur) ke dalam dua bejana (atau cupu) yang berbeda untuk memohon bimbingan Tuhan.

Suatu hari setelah berdoa, muncullah angin yang cukup kencang menerbangkan bejana Siti Hawa. Ketika itu Adam berusia sekitar 160 tahun, di dalam bejananya berkembanglah seorang bayi laki-laki yang manis. Mereka kemudian paham bahwa semua yang telah terjadi adalah Kehendak Tuhan lalu memberi nama bayi itu Syits. Sejak saat itu, aturan perkawinan yang dirancang oleh Adam pun berlaku. Keseluruhan populasi manusia dunia, oleh karena itu turun dari Adam melalui/sampai anak-anak nya (kecuali Hunun, yang tidak menikah sebab dia dilahirkan tanpa kembaran, dan Habil, yang dibunuh sebelum mempunyai anak), termasuk Syits, yang mendapatkan isterinya dengan cara berbeda.

Gagal menggoda Hawa, Iblis tidak berhenti mengganggu; ia beralih kepada anak-anaknya. Sebagai hasil usahanya, diluar dari yang empatpuluh perkawinan antara anak-anak Adam, ada tiga pasang yang memilih menentang aturan perkawinan dan menikahi pasangan kembar mereka yang tampan dan cantik. Mereka adalah: pasangan kembar sulung, Kabil menikahi Aklima; pasangan kembar kelima, Harris menikahi Dayuna; pasangan kembar kelimabelas, Lata menikahi Ujiah (‘Uzza). Kabil menikahi Aklima setelah pembunuhan suaminya, Habil. Untuk menyatakan pemberontakannya mereka meninggalkan tempat Adam; Kabil-Aklima ke selatan Afrika; sedangkan Lata-Ujiah ke arah barat Afrika (Eropa?); dan Harris-Dayuna pergi ke arah timur ke negeri China.

Tanpa menetapkan dari pasangan mana penduduk asli Jawa dimulai, mitos ini mengatakan bahwa ekspedisi laut yang pertama ke Pulau Jawa diadakan oleh Wazir Asia barat, Alexander The Great (Iskandar Zulkarnain, Nabi Dzul Qarnayn). Ia sengaja mengirim sebanyak 2.000 laki-laki dan perempuan untuk menduduki Pulau Jawa. Sayangnya mereka menemui ketidakramahan dan sebagian besar mereka dibunuh oleh penghuni asli, termasuk beberapa macam binatang buas liar, lelembut dan dedemit (hantu). Tidak lebih dari 100 orang yang tersisa dan kembali ke Asia barat.

Ekspedisi kedua dikirim lagi tetapi dengan kewaspadaan tinggi, turut serta sejumlah tetua yang bijak dan suku-suku yang berbeda, terutama sekali orang-orang dari selatan dan Asia tenggara (Keling dan Campa). Ada sekitar 20.000 laki-laki dan perempuan, yang dipimpin oleh Syeikh Subakir yang mendarat di Pulau Jawa. Syeikh Subakir segera pergi ke Gunung Tidar di mana ia menemui Semar dan Togog, para pemimpin mahluk halus di Jawa dan merundingkannya dengan mereka.

Mereka akhirnya mencapai suatu persetujuan dengan membiarkan pendatang baru itu untuk tinggal di Pulau Jawa dengan syarat mereka harus sadar bahwa Pulau Jawa sesungguhnya dihuni oleh banyak mahluk halus, sehingga kedua belah pihak —terutama pendatang pertama (penghuni asli)— yang lebih dulu harus berusaha untuk mendukung kehidupan bersama yang tenang (rukun) satu sama lain. Sejak saat itu Pulau Jawa telah dihuni oleh makhluk halus dan juga manusia.

Posisi keturunan Adam, Syits, menjadi makin signifikan. Mitos mengatakan bahwa Syits tadinya adalah salah satu dari anak-anak Adam yang paling terkasih, dan oleh generasi kemudian kepadanya figur mitos penting ditujukan. Ia menikah Dewi Mulat, namun siapa dia, dari mana dia datang, dan bagaimana Syits berjumpa dengannya, tidak diuraikan. Syits, pada sisi lain, digambarkan sebagai anak yang berkelakuan baik, sehingga kemudian setelah Adam meninggal pada usia 960 tahun, Syits menerima warisan kenabian Adam.

Hal ini menjadikan kebanggan dan sekaligus kecemburuan pada diri Idajil, Raja jin. Idajil ingin, dan kemudian mencoba, untuk mempunyai keturunan yang bisa mengambil alih, atau paling tidak, membawa kemuliaan Adam dan Syits. Ia ingin Syits menikahi putrinya, Delajah. Namun sayangnya, Syits telah menikahi Dewi Mulat. Bagaimanapun juga Idajil tidak berputus asa, sebagai gantinya, ia membuat segala cara yang mungkin untuk mewujudkan hasratnya. Ia menyindir putrinya, Delajah, ke dalam diri Dewi Mulat dan dengan diam-diam menaruhnya di samping Syits. Pada waktu yang sama ia membawa Dewi Mulat. Setelah tahu dengan pasti bahwa Delajah telah dihamili ia melepaskannya dan dengan seketika menggantinya dengan Dewi Mulat karena takut ketahuan.

Beberapa waktu kemudian, bersamaan dengan terbitnya matahari, Mulat melahirkan dua orang anak Syits. Yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud cahaya. Di lain tempat pada saat matahari terbenam, Delajah juga melahirkan putra Syits namun berwujud darah yang berkilauan. Diam-diam Idajil membawa “cucunya” itu untuk dipersatukan dengan putra Mulat yang berwujud cahaya. Terciptalah seorang bayi laki-laki yang tubuhnya memancarkan cahaya tapi tidak bisa diraba. Nabi Adam kemudian memberikan nama kepada kedua cucunya tersebut. Bayi yang bertubuh normal diberi nama Anwas, sedangkan yang memancarkan cahaya diberi nama Anwar.

Dua bayi tersebut (satu manusia dan satunya lagi, sesungguhnya, adalah jinn), dirawat dengan cinta dan kasih sayang, bahkan ketika Adam telah sadar bahwa Idajil yang telah campur tangan dalam hubungan tersebut. Selama masa kanak-kanak mereka, mereka menghormati kakek dan nenek dan orang tua mereka dengan sangat baik, dan bangga akan mereka, tetapi kemudian Anwas dan Anwar menunjukkan pilihan dan kebiasaan yang jelas sangat berbeda.

Anwas sangat jelas mengikuti kebijaksanaan dari kakek dan bapaknya, menjadi seorang yang beriman dengan tulus, gemar akan pelajaran kebenaran dan iman. Anwar, bagaimanapun, senang akan pengembaraan untuk mencari kebijaksanaan melalui perenungan dalam ketenangan dan tempat-tempat asing/aneh seperti di atas pegunungan, di dalam rimba raya dan di dalam gua. Sebelum kematiannya, Adam menceritakan kepada Syits agar seksama bahwa para putranya Anwas dan Anwar akan mengambil alur berbeda. Ramalan ini sebenarnya setelah Adam meninggal. Anwar selalu bersedih ketika mengingat bahwa manusia akhirnya mati, tak bisa bergerak dan dikuburkan. Syits menceritakan kepadanya bahwa itu adalah proses yang alami dan bahwa itu akan terjadi pada semua orang tanpa perkecualian. Tetapi duka cita Anwar tak tertahankan dan ia mengolah pikirannya untuk meninggalkan orang tuanya dan untuk mengambil tindakan apapun yang akan memungkinkan dia untuk menghindari penyakit dan kematian. Ia mengembara mencari-cari sesuatu yang akan memastikan harapannya. Idajil dengan segera mengambil keuntungan dari kesempatan; ia menemui Anwar, yang sesungguhnya adalah cucunya, dan menceritakan kepadanya bahwa keputusannya adalah baik dan ia berjanji untuk membantunya.

Idajil membimbing Anwar ke arah utara, ke Dulmat. Di sini Idajil melakukan suatu tindakan magis, pertama dengan membuat awan tebal yang membungkus badan mereka bersama-sama. Seketika awan menghilang, sebuah sumber air nampak di depan mereka. Ia meminta Anwar untuk minum sebanyaknya, sekuat kemampuannya, serta agar berendam di sumber air yang disebut Tirta Marta Kamandanu (air kehidupan), air kehidupan kekal. Ia juga memberi Anwar bejananya Siti Hawa, yang disebut Cupu Manik Astagina, bejana permata dengan delapan keistimewaan, yang telah ditemukan Idajil setelah bejana itu diterbangkan oleh angin yang kencang. Ia meminta Anwar untuk mengisinya dengan air, untuk beberapa keperluan di masa mendatang. Salah satu keistimewaan bejana tersebut bahwa air di dalamnya tidak pernah dapat habis.

Idajil kemudian memimpinnya keluar dari tempat ini dan menceritakan kepadanya agar mengambil sekuntum tumbuhan Rewan yang akan ia temukan dalam perjalanan kembalinya, akarnya disebut Latamansadi, yang mujarab untuk mengobati segala macam penyakit. Idajil kemudian menghi-lang, membiarkan Anwar dalam keadaan ragu-ragu kemana akan pergi. Tetapi pada akhirnya Anwar menemukan tumbuhan tersebut dan ia dengan gembira mengambil sebagian dari akar latamansadi.

Pada waktu itu Anwar telah menemukan berbagai hal yang penting yang ia benar-benar menginginkan: menghindari penyakit, dengan menguasai latamansadi, dan menghindari kematian dengan minum dan mandi dengan air kehidupan kekal. Ia mempunyai lebih banyak lagi bejana permata delapan keistimewaan dan beberapa cadangan air kehidupan kekal. Setiap ia menginginkan masih ada lagi.

Mitos melanjutkan dengan cerita bagaimana Anwar di bawah bimbingan Idajil, dapat berjalan dan bergerak dengan kecepatan rohani yang hebat. Misalnya, ia terdorong untuk melakukan petualangan lebih lanjut: ke laut Iraq, dimana disana ia berjumpa dengan para malaikat yang dikutuk, yaitu Harut Dan Marut, yang mengajarinya ilmu astrologi untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang.

Di Afrika ia berjumpa dengan paman dan bibinya, Lata dan Ujiah (‘Uzza), putra dan putri Adam yang suka menentang yang mengajarinya bagaimana cara memperoleh hidup nyaman dengan berkelimpahan.

Di Gunung Cauldron di muara Sungai Nil, Anwar berjumpa lagi dengan Idajil, tetapi ia tak mengenalinya. Idajil memberinya pengalaman mistis melihat surga; diajarinya agar dapat bergerak lebih cepat dari angin; dan memberinya hadiah yang mahal, Ratna Dumilah, sebuah intan permata seperti lampu bersinar yang bisa membimbingnya ke jalan yang lebih terang; Idajil mengajarinya, dan memberinya hak otoritas untuk mengajarkan doktrin tentang kehidupan kekal melalui ‘reinkarnasi’, dan untuk mencapai surga bagi mereka yang tidak ingin menjelma lagi (dalam reinkarnasi).

Idajil juga memintanya untuk mengejar pengetahuan yang lebih lanjut seperti pencerahan di antara Pulau Maldewa dan Laksdewa, yang bernama Lemah Dewani.

Di situlah Sayid Anwar melakukan tapa brata dengan cara melihat matahari mulai terbit sampai tenggelam. Setelah tujuh tahun bertapa, daya linuwih pada Sayid Anwar terolah hebat sehingga bisa menghilang (kasat mata). Dalam pengembaraannya di Lemah Dewani, Sayid Anwar banyak bertarung dengan para jin dan membuat mereka tunduk di bawah kekuasaannya. Mendengar kehebatan Sayid Anwar, lama-lama banyak kaum jin yang memilih mengabdi padanya. Kejadian tersebut sangat mengganggu Prabu Nuradi, raja para jin yang menguasai Lemah Dewani. Prabu Nuradi melabrak Sayid Anwar dan mengajaknya bertarung. Dalam pertarungan itu Orabu Nuradi kalah dan tunduk pada kekuasaan Sayid Anwar. Prabu Nurani memilih turun tahta lalu mengangkat Sayid Anwar menjadi raja para jin dan menyerahkan putrinya menjadi isteri. Ketika menjadi raja jin, Sayid Anwar mendapatkan gelar Prabu Nurasa. Prabu Nurasa yang telah memiliki kehidupan abadi, kemudian tinggal di tempat tinggi dan meminta izin pada Yang Mahaesa untuk mengangkat diri sebagai Tuhan Semesta Alam. Yang Mahaesa mengabulkan dan membiarkan Prabu Nurasa murtad dari ajaran keturunan Nabi Adam. Ketika menjadi raja, Lemah Dewani diubah nama menjadi Tanah Jawi (Tanah Jawa). Dari Prabu Nurasa lahirkan keturunan-keturunannya yang kemudian menjadi para dewa mulai dari Batara Guru sampai raja-raja di Tanah Jawi.

Tidak sama dengan Anwar —yang dulu dilahirkan sebagai roh dan yang membentuk agamanya sendiri setelah mela-kukan perenungan dan pencarian panjang dalam hal kebijaksanaan di bawah bimbingan Idajil— Anwas dilahirkan sebagai manusia nyata, yang mengikuti agama risalah dari kakeknya (Adam) dan bapaknya (Syits). Ia memperoleh keturunan yang juga nabi, termasuk Muhammad, nabi yang terakhir. Mereka meneruskan agama Allah kepada yang mau menerimanya.

 Menurut mitos, skenario Idajil tidak berakhir dengan Anwar, yang menjadi perhatian utamanya adalah untuk mempunyai keturunan yang menjaga kemuliaan Syits antara jin atau manusia. Di kemudian hari, dari perkawinan silang keturunan Anwar dengan jenis manusia, muncullah beberapa jenis keturunan, ada yang jin, ada yang manusia, juga ada yang setengah jin setengah manusia. Beberapa di antara mereka adalah figur terhormat: dari kalangan jin yaitu Sang Hyang, dari jenis manusia adalah Sang Prabu, Pandhita, dll., dan di antara yang setengah jin setengah manusia adalah Bhatara, dan Bhagawan. Keturunan yang terakhir ini, dengan tradisi agama mereka (agama Sang Hyang) yang menduduki Pulau Jawa yang mendahului Islam.

Di lingkungan wilayah Cirebon, keseluruhan mitos ini menjadi bagian dari tradisi kesusasteraan yang berkaitan dan menjadi mata rantai dengan bapak penemu mereka, Sunan Gunung Jati. Dari Adam dapat diusut dari kedua sisi: Anwar dan Anwas. Ibu Sunan Gunung Jati, Rarasantang, adalah putri Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran, Keturunan Jawa ke-41 dari Batara Guru, dan keturunan ke-45 dari Sang Hyang Nurasa, Putra Syits, putra Adam. Ayah Sunan Gunung Jati adalah Syarif Abdullah, Wazir Kerajaan Turki di Mesir, keturunan ke-21 dari Nabi Muhammad, sedangkan Nabi Muhammad sendiri adalah keturunan ke-37 dari Anwas, putra Syits, putra Adam.

Pesan di balik mitos ini telah jelas sudah: pada satu sisi, Sunan Gunung Jati dan keturunannya mempunyai hak-hak legitimasi kepemimpinan baik secara rohani maupun politis bagi seluruh penduduk Jawa, baik itu para pengikut Sang Hyang, orang Islam, makhluk halus, atau manusia, sepanjang mereka adalah keturunan Adam atau jin. Dengan begitu mereka semua harus tinggal dalam keselarasan (rukun) di bawah kepemimpinan keturunannya.

Pada sisi lain, mitos ini secara implisit menyatakan bahwa Allah adalah Yang Maha Tertinggi dan Maha Esa. Sedangkan dewa-dewa lain yang sebagian besar jenis Sang Hyang adalah tak lain hanya nenek moyang kita yang layak untuk dihormati tetapi tidak untuk dipuja/disembah. Mereka tak berdaya menghadapi kuasa ilahi mandiri dan riil. Jika mereka menunjukkan suatu kekuatan, adalah sebab Tuhan telah memberikan kepada mereka. Kekuatan mereka dapat dicabut kapan saja Tuhan mau. Lebih dari itu, seperti halnya kita, mereka hanya keturunan Syits, putra Adam. Adam sendiri adalah ciptaan Tuhan, yang pernah suatu kali dihukum. Ia selamat setelah tobat dan telah diserahi posisi sebagai Wakil Tuhan di atas bumi (khalîfatullâh fil ardh), setelah dicurahkan RahmatNya. Meski demikian, ia juga mengalami mati karena ia hanya makhluk ciptaan.

Wallahu a'lam bissawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar